Saturday, May 21, 2011

Maafkan Aku yang Norak Ini

Mungkin dimulai dari keseringan twitteran atau apa, jadinya terbiasa langsung ngetweet tiap ada apa-apa, atau mungkin juga kadang suka curcol di twitter.
Aku bingung harus mulai dari mana topik ini, sak kecekelku wae...

Kita pasti pernah kan punya masalah? Entah sama temen, sama mantan, atau sama pacar. Mungkin masalah kita bisa serius, bisa biasa saja.
Kalo buat yang twitter-holic, pasti udah terbiasa banget ngetweet apa pun yang kita rasain, termasuk kalo kita lagi ada masalah sama orang. Mungkin kalo lagi sebel sama orang biasanya ngetweet "Bajigur banget kae si A, maksude opo ha?" <--perumpamaan.
Mungkin juga sampe nyebut nama orang, blak-blakan nge-mention orang dan ujung-ujungnya bales-balesan mention pedes. Mungkin di setiap mention terdapat kata-kata kotor yang seharusnya gak usah dipublikasikan. 

Sadar gak kalo kita punya followers? Mungkin followers yang baca tweets2 kita itu cuma bisa bilang "Sabar eeeh..." tau gak kenapa?
Itu berarti dia masih perhatian sama kita. Dia gak pengen kita keliatan norak di sicoal network.

"Kenapa norak?"

Setelah aku pikir-pikir, ternyata ngumbar-ngumbar masalah di social network itu emang norak. Apalagi kalo sampe mention dan ngata-ngatain. Gak usah lewat social network lah, secara langsung malah lebih gentle.
Aku gak nyalahin orang yang kayak gitu, karena aku sendiri pernah ngalamin itu. Waktu itu aku labil banget. Ngerti kan? Tiap remaja pasti labil.
Jadi aku minta maaf, kalo perilaku norak-ku itu ganggu kalian, atau bikin kalian risih. Maaf yaaa... aku udah sadar kok.
Aku yakin, hampir tiap orang pasti juga pernah ngelakuin itu. Mungkin dia udah terbiasa curcol di twitter, jadinya kebawa.
Mending kalo ada masalah jangan sampe lah bersikap norak gitu. Cukup di dunia nyata aja. Dunia maya jangan dikotori begitu B) 

KEPADA KAMU DENGAN PENUH KEBENCIAN

Kepada kamu,
Dengan penuh kebencian.

Aku benci jatuh cinta. Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan kamu, tersenyum malu-malu, dan menebak-nebak, selalu menebak-nebak.
Aku benci menunggu-nunggu kamu online. Dan, di saat kamu muncul, aku akan tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum, dan berusaha mencari kalimat-kalimat yang lucu agar kamu, di seberang sana, bisa tertawa. Karena, kata orang, cara mudah membuat orang suka denganmu adalah dengan membuatnya tertawa. Mudah-mudahan itu benar.
Aku benci melihat SMS kamu nongol di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya; menghapusnya, memikirkan kata demi kata. Aku benci ketika aku jatuh cinta, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan kamu. Aku benci untuk berada dalam posisi seperti itu. Tapi, aku tidak bisa menawar, ya?
Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu. Apakah pertanyaan kamu itu sekedar pancingan atau retorika atau pertanyaan biasa yang aku salah artikan dengan percaya diri? Apakah kepalamu yang kamu senderkan yang kamu senderkan di bahu kemaren hanya gesture biasa, atau ada maksud lain, atau aku yang-sekali lagi-salah mengartikan dengan percaya diri?
Aku benci harus memikirkan kamu sebelum tidur dan merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam dada, menjalar ke sekujur tubuh, dan aku merasa pasrah, gelisah. Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus semalaman, tanpa harus tidur. Cukup begini saja.
Aku benci ketika kamu menempelkan kepalamu ke sisi kepalaku, saat kamu mencoba untuk melihat sesuatu di handycam yang sedang aku pegang. Oh, aku benci kenapa ketika kepala kita bersentuhan, aku tidak bernafas, aku merasa canggung, aku ingin berlari jauh. Aku benci harus sadar atas semua kecanggungan itu..., tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan, "Hey! Ini hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian berdua tidak punya anything in common," harus dimentahkan oleh hati yang berkata,"Jangan hiraukan logikamu."
Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecilyang ada dalam diri kamu. Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena kau benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku, bisa saja jatuh hati kepadamu.
Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini; di balik semua rasa kangen, akung, canggung, yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelan.


aku takut sendirian

*dari sebuah bab project buku yang tidak lucu


by @radityadika

Aku Gak Suka Waktu Aku Nangis

Aku gak suka nangis. Bener-bener gak suka.
Aku gak suka nangis. Tapi mungkin udah takdir, semua manusia pasti nangis.
Waktu aku nangis, pasti ingus ngalir keluar dari hidung.
Waktu aku nangis, pasti aku nunduk. Aku malu kalau orang-orang liat aku nangis.
Waktu aku nunduk, pasti ingus ngalir lebih deres, dan lebih deres.

Aku gak suka waktu aku nangis.
Waktu aku nangis, mataku merah. Rasanya pedes.
Waktu aku nangis, hidung sama mukaku jadi merah.
Waktu aku nangis, mataku langsung bengkak. Orang-orang bisa langsung tau aku habis nangis.

Aku paling gak suka nangis.
Apalagi nangis diem-diem di kamar.
Kadang aku lupa bawa tissu ke kamar.
Kalo udah gitu, aku ngelap ingus pake apa?

Di kamar, aku mesti nangis sambil tiduran.
Hidungku mampet. Aku gak bisa nafas.
Kalo aku tarik nafas secara paksa, pasti keluar suara brisik dari hidung.
Aku nangis diem-diem, kalo berisik gitu pasti orang-orang rumah pada tau.
Dan biar gak mampet, posisiku harus miring.
Leherku lama-lama pegel kalo disuruh tidur dalam posisi miring terus.
Rasanya gak enak banget.
Dan paling gak enak waktu aku susah nafas.

Makanya, sebisa mungkin...jangan nangis.
Nangis emang bikin lega, tapi gak enak juga.
Mmmm mungkin lebih tepatnya...jangan kelamaan nangis.


Dari anak labil yang gak pengen nangis.